Pages

Selasa, 11 November 2014

Rangkaian Dimmer Lampu Pijar


Rangkaian Dimmer pada Lampu Pijar


Hallo assalamualaikum..
Setelah sekian lama saya tidak membuka blog, kali ini saya mendapatkan tugas dari asisten dosen dalam mata kuliah Rangkaian Elektronika. Tugas tersebut yaitu mencari, menjelaskan, dan menganalisis suatu rangkaian.
Dalam postingan kali ini saya akan menjelaskan tentang rangkaian dimmer pad lampu pijar.
Baik, langsung saja..

Rangkaian Dimmer adalah rangkaian pengatur nyala lampu. Rangkaian ini dapat mengatur nyala lapu bisa dari yang paling gelap hingga yang paling terang.


Manfaat Dimmer Lampu

Rangkaian dimmer lampu pijar memiliki manfaat yaitu untuk mengatur tingkat intensitas cahaya penerangan lampu pijar. Rangkaian dimmer ini hanya menggunakan komponen utama berupa TRIAC dan DIAC, Intensitas cahaya lampu  pijar dapat dikendalikan oleh daya output rangkaian dimmer dengan daya sebesar 5 watt.
 Selain itu, rangkaian dimmer bermanfaat untuk jaringan listrik PLN 220VAC. Tuas potesiometer P1 100 KOhm dapat diatur untuk mengatur terang redupnya intensitas pancaran cahaya lampu pijar tersebut. Rangkaian tersebut mengatur tegangan yang diberikan untuk menyalakan lampu pijar menggunakan TRIAC sebagai komponen utama. Semakin besar tegangan gate TRIAC maka semakin kuat intensitas cahaya yang dihasilkan. Pengaturan tegangan bias TRIAC dikendalikan oleh potensiometer P1 100 KOHm kemudian diberikan ke DIAC Di1 tipe DB3 untuk memberikan tegangan bias pada pin gate TRIAC Tri 1. Rangkaian dimmer lampu pijar ini dapat dibuat pada PCB yang kecil ataupun dirakit secara langsung tanpa PCB. TRIAC Tri 1 perlu dilengkapi dengan pendingin (heat sink) untuk menyerap panas yang dihasilkan pada saat rangkaain dimmer lampu pijar ini bekerja.


Berikut ini merupakan rangkaian Dimmer:


 


Komponen pada Dimmer Lampu 
 1. Triac BT136
 
TRIAC (Triode for Alternating Current) adalah sebuah komponen elektronik yang kira-kira ekivalen dengan dua SCR yang disambungkan antiparalel dan kaki gerbangnya disambungkan bersama. Nama lain TRIAC adalah Bidirectional Triode Thyristor. Ini menunjukkan saklar dua arah yang dapat mengalirkan arus listrik ke kedua arah ketika dipicu (dihidupkan). Ini dapat dipicu baik dengan tegangan positif atau pun negatif pada elektrode gerbang. Sekali dipicu, komponen ini akan terus menghantarkan sampai arus yang mengalir lebih rendah dari arus genggamnya, misal pada akhir paruh siklus dari arus bolak-balik. Hal tersebut membuat TRIAC sangat cocok untuk mengendalikan tegangan AC, memungkinkan pengendalian arus yang sangat tinggi dengan arus kendali yang sangat rendah. 


2 Optocoupler
Optocoupler dikenal dengan sebut Opto-isolator, Photocoupler, atau Optical Isolator. Optocoupler adalah komponen elektronika yang berfungsi sebagai penghubung berdasarkan cahaya optik. Optocoupler dibentuk dari penggabungan sebuah sumber cahaya dengan fototransistor. Dioda cahaya sebagai sumber cahaya dipasang langsung dengan sumber tegangan. Keluaran dari sumber cahaya akan berbanding lurus dengan tegangan masukan pada dioda cahaya. Optocoupler atau optoisolator merupakan paket elektronik murni, jalur cahaya didalamnya yakni infra merah tertutup dalam sebuah paket. Ini menyebabkan transfer energi listrik dalam satu arah, dari infra merah ke fotodetektor, sambil mempertahankan isolasi listrik. Fungsi optocoupler pada umumnya selain sebagai sensor (dengan kemasan tertentu) digunakan pula pada rangkaian listrik sebagai isolasi dari rangkaian kendali dan rangkaian tegangan tinggi (daya). 


3. Resistor

 Resitor adalah penahan arus yang mengalir dalam satu rangkaian atau komponen elektronik dua kutub yang befungsi untuk menahan arus listrik, nilai tegangan terhadap resistansi berbanding terbalik dengan arus yang mengalir, berdasarkan hukum Ohm (V = IR). 


4 Kapasitor
 Kapasitor adalah perangkat elektronika yang berfungsi untuk menyimpan muatan listrik yang terdiri dari dua konduktor yang dipisahkan oleh bahan penyekat pada tiap konduktor. Kapasitor terdiri dari dua jenis, yaitu kapasitor bipolar dan kapasitor nonpolar. Kapasitor bipolar mempunyai dua kaki dan dua kutub yaitu positif dan negatif serta memiliki cairan elektrolit dan biasanya berbentuk tabung. Sedangkan kapasitor nonpolar tidak mempunyai kutub positif atau negatif pada kakinya, kebanyakan berbentuk bulat pipih berwarna coklat, merah, hijau dan lainnya seperti tablet atau kancing baju.


5 Kiprok
 
Kiprok dalam rangkaian ini berfungsi menggantikan dioda bridge yaitu untuk regulator tegangan agar tetap stabil 12 Volt. Kiprok ang digunakan mempunyai kekuatan 2 Ampere karena trafo yang digunakan berkekuatan 1 ampere sehingga agar rangkaian aman, penyusun menggunakan kiprok yang berkekuatan 2 ampere. Untuk membuat penyearah pada power supply, di pasaran banyak terjual dioda bridge. Dioda ini adalah dioda silicon yang dirangkai menjadi suatu bridge dan dikemas menjadi satu kesatuan komponen. Di pasaran terjual berbagai bentuk dioda bridge dengan berbagai macam kapasitasnya. Ukuran dioda bridge yang utama adalah voltage dan ampere maksimumnya.


6. IC Timer 555

Apabila supply diberikan, Vcc=0 Volt. Kaki 2 memberi trigger dari tegangan yang tinggi (Vcc) menuju 1/3 Vcc(<1/3 Vcc), kaki 3(output) akan high dan pada saat tersebut kaki 7 mempunyai nilai hambatan yang besar terhadap Ground atau kaki 7 akan High Impedance. C1 diisi melalui Vcc à R1 à R2 à C1, Setelah 0,7 (R1+R2) C1 detik, maka tegangan C1=2/3 Vcc. Sehingga kaki 3(ouput) akan Low, pada saat tersebut, kaki 7 akan mempunyai nilai hambatan yang rendah sekali terhadap Ground atau pin 7 akan Low Impedance. C1 membuang muatan, setelah 0,7(R2) C1 detik, maka Teg C1=1/3 Vcc. Trigger terjadi lagi sehingga output akan High. Pin 7 akan high Impedance dan C1 diisi kembali.

  
Cara Kerja Dimmer

1. Tegangan ac masuk ke travo. Output travo sebesar 220V. 

2. Tegangan masuk ke dioda bridge. Dioda bridge dengan kapasitor 1000µF 16V. Menggunakan C 1000µF karena semakin besar nilai faradnya maka gelombang DC semakin halus. Untuk ukuran tegangan kapasitor yang dipakai, memakai 16V karena tegangan output dari trafo sebesar 12V, jadi nilai tegangan kapasitor harus lebih besar dari tegangan output untuk mengantisipasi Rangkaian ini juga untuk menyuplai rangkaian counter pembangkit pulsa dengan IC 555 + MOC . agar tegangan DC yang keluar tetap konstan 

3. Dioda Bridge tanpa C (langsung ke rangkaian) atau langsung ke LM339. LM339 sebagai pembanding dan bekerja sebagai pengaman tegangan sinus 

4. Keluaran output kaki 3 pada IC 555 mengandung pulsa terlalu tinggi dan dikecilkan dengan resistor 1K    agar keluaran pulsa menjadi rendah. Lalu dikuatkan dengan transistor TIP41C dan dimasukkan ke kaki emitor. 


Alhamdulillah tugas praktikum dalam mata kuliah Rangkaian Elektronika sudah selesai. Semoga postingan kali ini bermanfaat. Aamiin..

SUMBER: http://rice-ceria.blogspot.com/2013/04/rangkaian-dimmer-lampu-pijar.html

Jumat, 29 November 2013

Temui Aku dalam Mimpi



Temui Aku dalam Mimpi
Indahnya sang fajar berhasil menggugah kalbuku. Suara ayam yang terdengar di hamparan bumi pertiwi saling bersahutan. Kupandangi paras cantikku di cermin, terlihat kebahagiaan yang menjelma di balik bening bola mata ini. Gaun berwarna merah muda membangkitkan hatiku untuk menjalani hari dengan semangat yang tangguh. Kulangkahkan kedua kaki dengan perlahan laksana permaisuri yang berjalan anggun. Senyuman ceria terpancar cerah menyapa dunia. 
“Regitaaaaa sini..” sahut seorang teman karibku yang bernama Yudi. 
“Eh Yudi, akhirnya kamu datang juga. Aku sudah lama menunggumu,” jawabku.
“Iya Reg maaf ya, ayo cepat naik.”
Aku menaiki sebuah mobil berwarna hitam milik temanku, Arini. Kududuki kursi mobil yang empuk dan hangat itu. Ternyata tak hanya aku yang dijemput oleh mereka. Akmal, Alifa, dan Sifa juga sama denganku, dijemput oleh Arini dan Yudi. Kita telah berkumpul dan menduduki kursi mobil sesuai posisi masing-masing. Aku, begitupun teman-temanku yang berada di dalam mobil berteriak kencang hingga terdengar ke penjuru dunia hanya karena merasakan kebahagiaan yang begitu mendalam.
“Aaaaaaaaaaa... teman-teman, sungguh aku tidak percaya bahwa kita bisa berkumpul bersama di sebuah mobil ini untuk berangkat menuju audisi Indonesian Idol,” sahut Akmal dengan ketidakpercayaan dan rasa bahagia yang menjelma di dadanya.
“Aku juga sangat tidak percaya Mal, rasanya terharu sekali,” jawab Sifa.
Perbincangan kita di dalam mobil terus berlanjut.
Dari awal, kita memang sudah bertujuan untuk mengikuti audisi Indonesian Idol di sebuah gedung yang bernama Sasana Budaya Ganesha, biasanya orang-orang menyebutnya Gedung Sabuga. Gedung tersebut tepatnya berada di kota Bandung. Selain itu, kita juga bertujuan untuk menghirup udara segar di sekitar kota Bandung nan indah dan permai itu.
Di dalam mobil, tak ada satu pun orang yang diam. Aku dan teman-temanku berlatih bernyanyi untuk audisi hari ini. Suhu udara di dalam mobil seakan naik karena suara lantang kita yang sedang mengalunkan sebuah kidung enggan menyelimuti suasana. Selama di perjalanan, aku menyanyikan salah satu lagu kesukaanku, yaitu lagu yang berjudul ‘Pelangi di Matamu’. Lagu tersebut biasanya dilantunkan oleh sebuah band papan atas di Indonesia, Jamrud. Selagi bernyanyi, ada orang yang memberhentikan lantunan suara kita. Yudi memberhentikan kita bernyanyi.
Stop! Teman-teman, seandainya nanti aku lolos audisi, kalian yang mengantarku, ya. Seandainya kalian juga lolos, aku ikut senang sekali. Tetapi jika di antara kita tidak ada satu pun yang lolos audisi, kita jangan merasa kecewa. Yang terpenting, usaha dan semangat juang kita telah bangkit.”
“Iya Kak, aku tidak akan merasa kecewa kok, toh Mbak Regina saja yang menjadi juara Indonesian Idol tahun lalu sudah 6 kali tidak lolos audisi, lalu audisi yang ke-7 kalinya baru lolos. Jadi, intinya kita tidak boleh mengeluh, karena semuanya perlu tahapan dan proses yang matang, baru kita bisa sukses. Setuju kan teman-teman?” jelas Alifa dengan pertanyaannya.
“Setujuuuuuuuu!” jawab kita serempak.
Detik demi detik seakan berlari mengejar waktu. Tak terasa kita telah sampai di kota Bandung, tepatnya di area Gedung Sabuga. Kulihat ilalang sedang berbaris rapi menyemangati diri ini. Jantungku berdegup kencang bak ombak menerjang karang, karena rasa gugup untuk melakukan audisi telah melanda dan hinggap di dadaku. Di sekeliling area Gedung Sabuga, banyak pedagang map yang berkeliaran dan menawarkan sebuah map dengan harga yang terbilang mahal. Tanpa berpikir panjang, aku pun membelinya, karena mungkin map tersebut sangat dibutuhkan oleh para peserta audisi. Antrian panjang di bawah terik baskara membentang hebat. Aku bangga bisa menjadi salah seorang peserta di antara ribuan peserta yang menunggu dalam antrian panjang bak aliran air di samudera itu.
Hiruk pikuk serta keramaian menyelimuti suasana hati ini. Banyak orang yang sedang berlatih bernyanyi pada saat mengantri di area Gedung Sabuga.
“Aku yang dulu bukanlah yang sekarang, ha! Dulu ditendang, sekarang aku disayang, ye!” suara seorang pemuda dengan nada melayunya sambil memainkan ukulele itu menaungi kedua telingaku.
Di tengah keramaian dalam antrian panjang dan terik mentari yang membumbui suasana saat ini, semua peserta diperkenankan untuk mengangkat kedua tangan sambil menyanyikan yel-yel dan berteriak, “Bandung, Indonesian Idol!
Aku pun menuruti perintah para crew audisi Indonesian Idol, karena hal tersebut merupakan kesan pertama yang akan aku kenang nantinya.
Dengan rasa lelah karena terlalu lama menunggu di dalam antrian panjang, kita tetap semangat untuk berdiri tegak dan meramaikan suasana.
“Itulah hebatnya para peserta audisi di kota Bandung, kalian selalu semangat meskipun keringat melanda wajah manis kalian,” ujar salah seorang MC yang berada di panggung sambil menyemangati para peserta audisi.
Ribuan kiasan di langit bercengkrama menanti senja, rasanya waktu sangatlah mengerjarku. Antrian panjang di area Gedung Sabuga telah usai. Kini aku berada tepat di dalam Gedung Sasana Budaya Ganesha. Para peserta diperkenankan untuk masuk ke dalam gedung dan diberi cap yang bertuliskan ‘Indonesian Idol 2014’ di tangan kanan para peserta. Setelah itu, kita diberi tempat duduk untuk menonton dan melihat penampilan sang juara Indonesian Idol sebelumnya, yaitu penampilan Citra Scholastika. Selain itu, para peserta juga diperkenankan untuk menampilkan bakat-bakat terpendam lainnya, seperti dance, bermain alat musik, dan lain-lain. Dan juga diadakan perlombaan yang sangat unik.
VJ Daniel Mananta, salah satu MC dalam audisi Indonesian Idol berkata kepada para peserta, “hallo peserta Bandung, calon idola Indonesia!”
“Hai Daniel..”
“Kali ini saya ingin bertanya pada kalian, di antara kalian semua, kira-kira siapa yang pantas menjadi sang juara Indonesian Idol selanjutnya?”
“Sayaaaa!”
Semua peserta audisi mengacungkan tangannya dan berteriak bahwa kita semua merupakan sang juara Indonesian Idol tahun ini. Karena begitu keadaannya, Daniel menunjuk salah satu peserta yang sangat percaya diri bahwa dirinya adalah sang juara Indonesian Idol selanjutnya. Peserta pertama yang ditunjuk oleh Daniel adalah seorang pemuda yang agak kumal dan ngerock. Saking ngerocknya, suara sang pemuda tersebut kurang enak didengar. Semua peserta tertawa terhadap tingkah laku pemuda tersebut ketika di depan panggung. Daniel menolaknya, dan ia mencari lagi seseorang yang pantas untuk dijadikan sang juara Indonesian Idol selanjutnya. Daniel menunjuk seorang pemuda lagi, peserta kedua yang telah ditunjuk oleh Daniel ini sangatlah percaya diri. Wajahnya sangat rupawan, bermata sipit, menawan dan tinggi. Seandainya aku berada di posisi Daniel, mungkin pemuda tersebut telah aku jadikan selebriti dadakan, karena wajahnya sangat mempesona.
“Hai, nama saya Kevin Putra, saya akan menyanyikan lagu yang berjudul ‘Kereta Malam’. Hehehe.. saya akan menyanyikan lagu ini dengan versi saya sendiri,” kata Kevin dengan senyum manis yang terpancar di bibirnya.
“Pernah sekali aku pergi, dari Jakarta ke Surabaya. Untuk menengok nenek di sana, mengendarai kereta malam. Jug gejag gijug gejag gijug.. kereta berangkat. Jug gejag gijug gejag gijug.. hatiku gembira.”
Semua orang bertepuk tangan mendengar suara Kevin yang halus itu. Aku kira, Kevin akan dipilih oleh Daniel, tetapi mungkin karena Daniel belum puas mencari calon juara Indonesian Idol, Daniel menunjuk satu peserta lagi. Kali ini, peserta yang ditunjuk oleh Daniel adalah seorang perempuan. Suaranya sangatlah merdu dan unik, semua orang speechless mendengar suara perempuan tersebut.
“Wah, hebat sekali suaramu! Kereeeeen! Selamat Mbak, kamu lolos audisi Indonesian Idol di tahap pertama, semoga Mbak memang sang juara Indonesian Idol selanjutnya. Mari ikut saya.”
Semua orang terkesima dan memberikan standing applause untuk perempuan tersebut.
“Ayo, cepat lari..” sahut salah seorang crew Indonesian Idol yang menyuruh kita bersiap-siap untuk melakukan audisi di lantai atas Gedung Sabuga.
Seorang crew membagi kelompok audisi, kelompok tersebut masing-masing harus terdiri dari 10 orang. Kebetulan, aku sekelompok dengan pemuda yang sangat percaya diri itu, Kevin. Aku sangat tak percaya. Sebelum memasuki ruang audisi, kita berbincang-bincang terlebih dahulu. Ia sangat akrab denganku, seolah-olah ia telah mengenalku sebelumnya. Padahal aku baru pertama kali melihat pemuda bermata sipit itu. Para peserta yang telah melakukan audisi banyak yang mendapatkan kartu kuning, artinya mereka tidak lolos audisi. Bahkan sejauh mata memandang, aku tidak melihat peserta yang mendapatkan kartu merah. Kali ini giliranku untuk melakukan audisi.
“Doakan aku ya, Vin,” kataku dengan secarik senyum di bibirku.
“Iya Reg, saling mendoakan saja ya. Semangat Regita, kamu pasti berhasil!” Jawabnya.
Perkataan tersebut seakan membangunkan relung hatiku. Jantungku terasa berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Aku memasuki ruangan kecil, tak terdengar gema sedikitpun di sana. Hanya ada dua orang juri yang tak pernah kulihat wajahnya. Aku bernyanyi tanpa beban, lagu yang aku nyanyikan seolah-olah sangat bagus. Tetapi mungkin lain dengan apa yang para juri dengar. Aku sudah menunggu juri memberikan sebuah kartu, hatiku berharap lebih, “semoga saja aku mendapatkan kartu merah.” Tetapi lain dengan kenyataannya, aku mendapatkan kartu kuning. Sebenarnya aku agak kecewa dengan keadaan ini, namun mungkin ini memang jalan takdirku. Setelah aku melakukan audisi, kali ini Kevin memasuki ruangan kecil itu. Aku mendoakannya, semoga ia mendapatkan kartu merah. Namun. ia keluar dengan rasa kecewa.
“Ah, kartu kuning lagi, oke. Harus bagaimana lagi, Reg?” Kata Kevin dengan rasa kecewa di hatinya.
“Memangnya, sudah berapa kali kamu ikut audisi Indonesian Idol, Vin?”
“Kali  ini sudah yang ketiga kalinya. Ah, mungkin memang jalannya sudah begini, Reg.” Kata Kevin dengan wajah murungnya.
Aku tersenyum dan berkata, “Kevin, aku akui suaramu sangatlah bagus. Sabar ya, tak hanya kamu yang merasakan hal seperti ini. Masih banyak orang di luar sana yang merasakan hal yang lebih dari ini. Kamu semangat ya kawan, keberhasilan akan datang jika kamu tetap berusaha lebih giat lagi.”
“Iya Reg, terima kasih banyak. Kamu memang orang yang paling mengertikan aku. Walaupun kita baru pertama kali bertemu, tapi kamu beda dengan yang lain, kamu seperti sahabat yang aku kenal dari dulu. Kamu juga semangat ya, Regita. Tunggu keberhasilanmu!”
Aku sangat terharu mendengar perkataan seseorang yang baru saja aku kenal tetapi sudah seperti sahabat karibku. Rasa kecewa itu telah pudar, kebahagiaan telah bersemi seakan bintang membawaku ke langit ketujuh. Aku berfoto-foto dengan Kevin sebelum diadakan pengumuman tentang lolos atau tidaknya audisi, walaupun aku sudah tahu bahwa yang mendapatkan kartu kuning merupakan peserta yang tidak lolos audisi.
Audisi pun telah selesai. Kita dikumpulkan kembali di dalam suatu ruangan kecil untuk mengetahui pengumuman tentang siapa saja yang lolos audisi. Ternyata, dari 40 orang atau 4 kelompok audisi, hanya satu orang yang lolos. Memang, susah sekali untuk mendapatkan kartu merah itu.
Senja melambaikan tangan, sang surya kembali hingga tertutupi awan kelam. Aku pulang tanpa pamit kepada teman-teman baruku, termasuk Kevin yang telah akrab denganku. Aku sudah berjalan terlalu jauh. Kulihat Kevin di sebrang sana seperti sedang mencari orang.
Hatiku bergumam, “apakah Kevin sedang mencariku? Ah, entahlah.”
Sebenarnya hal ini bukan hal yang disengaja, tetapi karena aku diperintah untuk cepat memasuki mobil sebelum pukul 18:30, karena teman-temanku tidak mau pulang terlalu malam.
Kita telah berkumpul di dalam mobil. Sebelum pulang, Yudi mengecek siapa saja yang telah masuk ke dalam mobil.
“Akmal?”
“Ada!”
“Alifa?”
“Yap!”
“Arini?”
“Hadir, Kak.”
“Sifa?”
“Siap!”
“Regita?”
Aku tak menjawab apa-apa. Pandangan mata ini sudah tak teratur.
“Regita?”
“I..i..iya apa Kev? Eh, maksudku, apa Yud?” jawabku terbata-bata.
                “Kamu kenapa, Regi? Apakah ada barang yang tertinggal di tempat audisi?” tanya Yudi.
“Iya, ada,” jawabku singkat
“Kenapa kamu tidak bilang dari tadi? Memangnya benda apa yang tertinggal di sana?”
                “Kev... Kev... kepang, iya, kepang. Maksudku, ikat rambut untuk mengepang rambutku tertinggal di sana,” jawabku melantur.
“Hih! Lalu bagaimana? Kamu mau kembali ke gedung hanya untuk mengambil ikat rambutmu di sana? Begitu maksudmu?” tanya Yudi dengan wajahnya yang agak sinis.
Aku terdiam dan tak menjawab perkataan Yudi. Aku merasa kecewa dan sangat benci dengan diriku sendiri, aku bertanya kepada hatiku tentang mengapa aku tidak pamit dahulu kepada Kevin. Aku tidak tahu ia tinggal di mana, username twitternya apa, dan nama akun facebooknya apa. Aku tak sempat menanyakan hal-hal seperti itu.
Di sepanjang perjalanan, pikiranku terngiang oleh seorang pemuda yang telah aku anggap sebagai sahabat karibku itu, walaupun kita baru saja berkenalan. Sesampai di rumah, aku tidak berkata apapun, yang aku pikirkan hanyalah aku telah kehilangan sahabatku.
***
“Regita, bangun Regi. Ayo shalat subuh, Nak,” kata mama sambil menggoyahkan badanku yang sedang terbaring di atas kasur berwarna merah muda.
“Ya ampun Regita, badan kamu panas sekali. Kamu demam, Nak,” lanjut mama.
“Mamaaaa..” aku menangis.
“Kamu kenapa sayang? Waktu malam setelah kamu pulang dari Bandung, kamu pingsan. Yudi dan Arini mengantarkan kamu ke sini.”
“Hah? Benarkah begitu, Ma?” aku terkejut, aku kira aku tidur seperti biasanya.
“Mungkin kamu kecapekan ya, Nak. Ayo sekarang kamu shalat dulu, lalu istirahat. Nanti mama panggilkan dokter ke sini.”
Mama sangat baik sekali, beliau memang seorang bidadari bagiku. Beliau telah memanggilkan dokter untukku, dokter berkata bahwa aku sakit demam parah dan maag kronis.
***
Selama satu minggu berturut-turut, aku tidak sekolah. Baru kali ini aku tidak sekolah sampai segitu lamanya. Padahal, mama selalu bilang padaku, kalau aku adalah anak mama yang jarang sekali sakit. Aku hanya bisa terbaring di tempat tidur sambil mengucurkan air mata yang begitu derasnya. Aku merenung, aku ingat pada Kevin, aku ingat pada sahabatku yang mungkin hanya bisa bertemu satu kali seumur hidupku. Aku rasa, nestapa ini mulai menghalangiku, menerjangku dalam sendu. Aku mencari nama Kevin Putra di jejaring sosial, namun yang aku temukan bukanlah Kevin Putra yang aku maksud, melainkan orang lain.
“Regita, sebenarnya kamu kenapa, Nak? Mama heran, kamu bisa merasakan sakit selama satu minggu begini. Biasanya kan kamu sakit hanya satu atau dua hari saja,” tanya mama dengan rasa herannya.
“Ma, kalau boleh jujur, Regita sakit karena banyak pikiran. Mungkin menurut Mama, hal ini sangatlah tidak penting. Tapi lain di hati Regi, Regi merasa kehilangan sahabat Regi, Ma. Saat di Bandung, Regi berkenalan dengan seseorang, ia sangat baik sekali. Ia selalu menyemangati Regi saat Regi audisi. Intinya, ia sudah Regi anggap sebagai sahabat karib Regi, walaupun Regi baru sekali bertemu dengannya.”
“Kamu jangan berpikiran aneh sampai sakit seperti ini. Memangnya siapa namanya, Nak?”
“Iya Ma, namanya Kevin Putra, ia bermata sipit seperti Regi. Tapi Regi tak sempat menanyakan tempat tinggalnya.”
“Uhuk.. hah? Kevin Putra?”
Mama batuk tak tertahankan, beliau merasa terkejut dan berwajah murung, seperti ada hal yang disembunyikan di dalam hatinya.
                “Kenapa kaget, Ma? Memangnya Mama mengenal Kevin Putra? Nama Kevin Putra kan banyak, tak hanya satu.”
“Coba mama lihat foto Kevin, Nak.”
Aku memperlihatkan foto Kevin yang ada di dalam galeri handphoneku. Kulihat raut wajah Mama terkejut aneh, sangat aneh. Aku penasaran dengan perasaan ibuku sekarang. Rasanya, ingin kubuka otak Mama dan kulihat Mama sedang memikirkan apa saat ini.
“Mama sangat kenal dengan orang itu, Nak.”
“Hah? Mama mengenalnya? Serius, Ma?” rasa penasaranku meningkat.
“Hmm..”
                Mama tak menjawab apa-apa, beliau malah menangis, air mata mengalir di pipinya yang cantik. Mungkin beliau sangat bingung untuk memberitahu tentang apa yang ada di benaknya. Selama beberapa menit, dunia pun sunyi tanpa suara, tak ada sepatah kata pun yang terucap dari mulut Mama.
                “Dia.. di.. dia.. dia saudara kembarmu, Nak,” jawab Mama dengan terbata-bata.
                “Apa? Dia saudara kembarku? Bukannya mama pernah bilang bahwa saudara kembarku bernama Gavin Putu, bukanlah Kevin Putra yang aku bahas sekarang. Dan dulu Mama selalu bilang bahwa saudara kembarku telah meninggal sejak umur 1 tahun. Begitu, kan?”
Aku sangat terkejut mendengar hal ini. Mataku layu, air mata mengalir deras.
“Nak, maaf kalau Mama selama ini tidak bisa jujur padamu. Mama tahu bahwa Mama salah, Mama tidak mengatakan apa yang seharusnya Mama katakan. Kevin Putra memang saudara kembarmu, dulu sewaktu Kevin berumur 1 tahun, ia dipinta oleh tantemu, Tante Dita. Tante Dita memaksa Mama untuk memberikan Kevin padanya, jangan sampai ada orang yang memberitahumu tentang hal ini, tapi sekarang Mama memberitahumu karena Mama tidak tega melihat kamu seperti ini, karena sepertinya kamu sangat ingin bertemu dengan Kevin.”
Aku tetap berada dalam dunia kesedihan, aku tak dapat berkata apa-apa.
                “Sebulan sekali, Mama selalu berkunjung ke rumah Tante Dita di Bandung, Mama selalu menemui Kevin dan memberi uang saku padanya. Sampai sekarang, Kevin masih tidak mengetahui bahwa dirinya memiliki saudara kembar yang bernama Regita Putri.”
                “Mengapa Mama tidak memberitahu aku dari dulu?” tanyaku kepada Mama.
“Aku ingin bertemu Kak Kevin, Ma. Aku rindu Kak Kevin, aku khawatir dengan dia. Pokoknya aku ingin ke rumah Kak Kevin sekarang juga,” lanjutku.
Aku menangis sambil memeluk erat Mama, Mama mengelus kepalaku dengan kasih sayang dan rasa terharu yang sangat berlebihan. Mama tidak tega melihatku menangis.
“Mama tidak memberitahu kamu akan hal ini karena ada hal lain yang tidak boleh Mama katakan padamu. Ini rahasia besar, Mama tak ingin membongkarnya. Maafkan Mama ya, Nak. Mama akan menelepon Kak Kevin sekarang, Mama akan mengajak Kak Kevin ke sini agar dia bisa menemuimu.”
  Perbincangan Mama denganku sangatlah panjang. Mama telah mencoba beberapa kali untuk menelepon saudara kembarku itu, tetapi nomor handphonenya tidak aktif. Mama mencoba menelepon Tante Dita tentang mengapa nomor handphone Kak Kevin tidak aktif.
“Hallo, Dita?”
“Iya, ini siapa?”
“Ini Mbak Salma. Kevin ada, kan? Mengapa nomornya tidak aktif?”
“Mbak, maafkan saya. Saya tahu bahwa saya salah besar. Saya tidak bisa menjaga Kevin seperti Mbak menjaga Regita. Saya tidak bisa melindungi Kevin seperti Mbak melindungi Regita. Saya tidak sanggup mengatakan hal ini. Mbak, Kevin telah tiada. Kevin tertabrak mobil seminggu yang lalu. Kata teman-temannya, saat ia pulang audisi, ia mencari seseorang yang baru saja ia kenal. Karena ia melamun, ia tertabrak mobil dan mengakibatkan kepalanya bocor, sangat parah. Sekali lagi maafkan saya, Mbak,” jelas Tante Dita.
Mama menangis dan menjatuhkan handphonenya ke lantai, aku sangat penasaran mengapa Mama bisa menangis sambil berteriak begitu kencangnya. Aku mendekati Mama. Kulihat Mama mengambil kembali handphone yang ada di lantai.
Innalillahi wa innailahi raji’un.. Dita, mengapa kamu tidak memberitahuku dari awal? Mengapa kamu baru memberitahu tentang hal ini sekarang? Lalu sekarang Kevin dimakamkan di mana? Regita menangis, ia merindukan saudara kembarnya,” tanya Mama dengan tangis yang menerpa beliau.
“Maaf Mbak, kontak di handphone saya hilang semua, saya sudah memberitahu Mbak lewat surat, tetapi mungkin suratnya tidak sampai ke sana.”
Perbincangan Mama dengan Tante Dita terus berlanjut, aku mendengarkan perbincangan itu. Sungguh, aku sangat tidak percaya bahwa Kak Kevin, saudara kembarku atau sahabat karibku yang baru aku kenal itu telah meninggal dunia. Lara hati ini menangis dan menjerit hebat. Rasanya, ingin aku teriakkan kepada dunia bahwa aku sedih, aku pilu, hatiku perih, dan aku terhantam nestapa yang teramat dalam, agar dunia tahu bahwa aku sangat kehilangan sosok saudara kandungku yang sangat aku cintai dan aku rindukan itu. Tangisanku menusuk kalbu, air mata itu mengalir begitu derasnya. Mungkin ini memang jalan takdirku bahwasannya aku mengalami pertemuan singkat dengan Kak Kevin. Aku ingin bertemu dengannya, walau hanya dalam mimpi, walau hanya sebatas angan.
***
Aku berangkat menuju rumah Tante Dita di Bandung, sesampai di sana, Tante Dita memeluk erat tubuhku dan merasa bersalah karena tidak pernah mempertemukan aku dengan Kak Kevin. Tante Dita menangis sambil mengelus kepalaku dan berkata, “kamu yang tabah ya sayang, maafkan Tante. Kak Kevin sudah bahagia di Surga, di pelukan Sang Pencipta.”
Aku hanya menangis tersedu, kubawakan seuntai bunga dan sebuah surat kecil yang bertuliskan, “Temui aku dalam mimpi. Aku sangat merindukanmu, Kak Kevin.” Aku menaruh seuntai bunga dan surat kecil tersebut di atas makam Kak Kevin, di dekat batu nisan. Aku selalu mendoakan Kak Kevin agar ia selalu berada dalam lindungan Tuhan. Semoga Kak Kevin bisa tersenyum bahagia bersama para malaikat di Surga.

-THE END-



(Karya: Erni Nuraeni)

Kamis, 01 November 2012

Artikel (PIANO)


Kisah ini terjadi di Rusia. Seorang ayah yang memiliki putera yang berusia kurang lebih 5 tahun, memasukan puteranya tersebut ke sekolah musik untuk belajar piano. Ia rindu melihat anaknya kelak menjadi seorang pianis yang terkenal. Selang beberapa waktu kemudian, di kota tersebut datang seorang pianis yang sangat terkenal. Karena ketenarannya, dalam waktu yang sangat singkat tiket konser telah terjual habis. Sang ayah membeli 2 buah tiket pertunjukan, untuk dirinya dan anaknya. Pada hari pertunjukan, satu jam sebelum konser mulai, kursi telah terisi penuh, sang ayah duduk dan putranya tepat berada di sampingnya. Seperti layaknya seorang anak kecil, anak inipun tidak bisa betah duduk diam terlalu lama, tanpa pengetahuan ayahnya, ia menyelinap pergi.

Ketika lampu gedung mulai diredupkan, sang ayah terkejut menyadari bahwa puteranya tidak ada disampingnya. Ia lebih terkejut lagi ketika melihat anaknya berada dekat panggung pertunjukan dan sedang berjalan menghampiri piano yang akan dimainkan pianis tersebut. Didorong oleh rasa ingin tahu, tanpa rasa takut anak tersebut duduk di depan piano dan mulai memainkan sebuah lagu, lagu yang sederhana, Twinkle2 Little Star.

Operator lampu sorot, yang terkejut mendengar adanya suara piano mengira bahwa konser telah dimulai tanpa aba-aba lebih dahulu, dan ia langsung menyorotkan lampunya ke arah panggung. Seluruh penonton terkejut, melihat yang berada di panggung bukan seorang pianis, tapi hanyalah seorang anak kecil. Sang pianis juga terkejut, bergegas naik ke atas panggung. Melihat anak tersebut, sang pianis tidak menjadi marah, ia tersenyum dan berkata "Teruslah bermain", dan sang anak yang mendapat ijin, meneruskan permainannya.

Sang pianis lalu duduk, disamping anak itu, dan mulai bermain mengimbangi permainan anak itu, ia mengisi semua kelemahan permainan anak itu, dan akhirnya tercipta suatu komposisi permainan yang sangat indah. Bahkan mereka seakan menyatu dalam permainan piano tersebut.

Ketika mereka berdua selesai, seluruh penonton menyambut dengan meriah, karangan bunga dilemparkan ketengah panggung. Sang anak jadi GR, pikirnya "Gila, baru belajar sebulan saja sudah hebat!". Ia lupa bahwa yang disoraki oleh penonton adalah sang pianis yang duduk di sebelahnya, mengisi semua kekurangannya dan menjadikan permainannya sempurna.

Teman-teman, apa implikasinya dalam hidup kita? Kadang kita bangga akan segala rencana hebat yang kita buat, perbuatan-perbuatan besar yang telah kita lakukan, tapi kita lupa bahwa semua itu terjadi karena TUHAN ada di samping kita. Kita adalah anak kecil tadi, tanpa ada TUHAN di samping kita, KITA ADALAH SIA-SIA. Tapi apabila TUHAN ada disamping kita... sesederhana apapun yang kita lakukan hal itu akan menjadi hebat dan baik, bukan saja buat diri kita sendiri tapi juga baik bagi orang di sekitar kita.

Kiranya kita tidak pernah lupa bahwa ada TUHAN disamping kita. Aamiin.


Sabtu, 17 Maret 2012

Cerpen : Pengkhianatan Terdalam

Pengkhianatan Terdalam




Semilir angin yang begitu bergeloma menyelimuti hatiku yang sejuk. Aku tak terdiam, pikiranku penuh dengan panorama cinta. Begitupun raut wajahku yang biasanya melambangkan rasa  pilu dan bimbang, kini tiada lagi. Angan-anganku menerawang di tepian syurga. Ingin kulukis nama dan wajahnya di lubuk hati ini, seakan tak ada orang yang dapat memilikinya selain aku. Saat pertama bertemu dengannya, sungguh tak ada kesan yang dapat aku raih, namun waktu terus berganti hingga kini hanya dialah yang dapat membuat hatiku bergelora bak lembayung senja. Rindu terus berkilauan bagaikan bintang-bintang yang bertaburan di angkasa. Walau aku jauh darinya, namun dalam gemerlap malam dan penjuru rumah yang kini kusinggahi, aku selalu merasa berada di sampingnya. Di tengah kerinduan ini, aku sangat terkejut karena tiba-tiba saja aku mendapat sebuah pesan singkat (sms) dari lelaki idamanku, dia bernama Kevin.

"Kala kumenatap bola matamu yang indah, kutemukan sebuah nuansa bening dalam dirimu. Kegalauan yang begitu dalam, kini kusirami dengan benih-benih cinta. Dan aku ingin mengungkapkan seluruh perasaan ini padamu. I love you Regita.."  

Saat aku membaca pesan tersebut aku tak dapat berkata-kata, sang kalbu melayang di udara dan hatiku terbang ke penjuru angkasa. Ku terlalu bahagia karena orang yang sangat kucintai juga mencintaiku. Ada angin apa Tuhan? Aku yang lemah seakan bangkit karenanya. Ku tak ingin mengalah, aku pun segera membalas pesannya dengan kata-kata yang tak jauh berbeda.

"Kau memang bukanlah suatu keajaiban yang bisa membuat bumi berkilau indah, namun hati kecilku berkata bahwa kau adalah sebuah mukjizat yang tak tertandingi oleh apapun di dalam hidup dan jiwaku. I love you too Kevin."


***

Malam mulai berganti menjadi pagi. Kini aku dan Kevin bukanlah teman biasa lagi, melainkan sebuah pasangan kekasih yang sangat serasi. Aku yakin bahwa aku layak menjadi kekasih terakhirnya sampai maut memisahkan kita berdua. Teman-teman di sekolah pun mendukung hubunganku dengan dia, termasuk sahabatku yang bernama Silvi.

“Hey Kak Regitaaaaaaaaaaaa alias kakakku yang sangat baiiiiiiik!” sahut Silvi dengan suaranya yang sangat lantang.

“Ada apa Sil?” jawabku singkat.

“Aku mau tanya nih, Kakak jadian ya sama Kak Kevin? Ciyeeeee… longlast ya kakakku. Aku turut bahagia lho, semoga hubungan kalian bisa bertahan sampai ajal menjemput ya Kak,” kata Silvi dengan senyum semangatnya.

“Iya adikku sayang, terimakasih ya. Kakak juga berharap seperti itu…” jawabku.

“Oh iya Kak, ini ada hadiah dari Kak Kevin, katanya hadiah ini spesial untuk Kak Regita. Dia menitipkannya padaku,” kata Silvi sambil memberikan hadiah itu.

“Makasih Sil, aku terima hadiah ini.”

Dengan perbincangan yang cukup lama dan lonceng sekolah yang telah berbunyi kencang, aku bergegas pulang dengan Silvi. Sesampai di rumah, handphone-ku bergetar dan suara getaran itu seakan membuat tubuhku terguncang. Setelah aku mengambil handphone dari dalam saku rok abu-abuku, ada sebuah panggilan masuk dan ternyata Kevin meneleponku. Aku pun mengangkat telepon tersebut dan berbicara panjang lebar dengan dia. Walaupun hanya sebatas berkomunikasi melalui perantara, namun aku merasa sedang berada disampingnya, benih-benih cinta ini seakan merasuki hidupku.

“Sayang, apakah hadiah dariku sudah kamu buka?” tanya Kevin.

 “Hadiah? Ya ampun Kevin, aku lupa. Ya sudah, sekarang aku akan membukanya,” jawabku.

Sifat lupa ini memang sering menaungi pikiranku. Aku segera mengambil tas dan membuka hadiah yang telah Kevin beri padaku. Dan ternyata di dalam sebuah kado yang berwarna merah muda itu, aku menemukan sebuah kalung liontin dan sehelai kertas dari Kevin yang bertuliskan:

"Tolong jaga kalung ini Regita sayang, aku berjanji tidak akan meninggalkanmu selamanya."

Rasa terimakasihku mungkin cukup untuk Kevin. Saking bahagianya hati ini, rasanya aku ingin membawa dia terbang melewati langit ke tujuh agar dia tahu bahwa hatiku sangat berbunga-bunga.

***

Bila aku sedang merasakan kebahagiaan yang begitu mendalam, semua rasa bahagia itu pasti kucurahkan pada sahabat terdekatku yang sudah kuanggap sebagai adikku sendiri, dialah Silvi. Apapun isi hatiku, seburuk dan sebagusnya perasaanku, semuanya selalu kucurahkan pada Silvi.

“Kakak… hadiah dari Kak Kevin itu apa isinya? Aku boleh tahu nggak?” tanya Silvi.

“Ya boleh dong anak manis, kamu kan sahabatku. Lihat ini!” jawabku sambil menunjuk ke arah kalung yang dipakai di leherku.

“Waaaah… cantik sekali kalungnya. Liontin ya Kak? Di kalung itu pasti ada foto Kak Regita dengan Kak Kevin kan? Hihi…” tanya Silvi dengan senyum dan tawanya yang nakal.

“Hahaha iya Sil, kamu tahu aja.”

            Aku tak pernah takut untuk bercerita kepada Silvi, karena dia selalu menjaga semua rahasiaku. Dari mulai rahasia terkecil sampai rahasia terbesar pun dia tak pernah mencoba membocorkannya. Begitu pula aku yang sering mendengarkan curahan hati Silvi tentang lelaki yang dicintainya walaupun dia tidak pernah memberi tahu siapa nama lelaki itu. Kita sudah saling percaya satu sama lain. Dan kita yakin, tak ada hal yang lebih erat selain persahabatan.

***

            Hubunganku dengan Kevin kini menjadi sebuah trending topic di sekolah. Begitu bahagianya diriku walaupun sempat malu juga karena hampir semua guru tahu tentang hubungan ini. Saking banyaknya orang yang mendukung hubungan kita, nama Regita dan Kevin telah terpampang dimana-mana, di majalah dinding, di tembok kelas, di bangku, bahkan di tembok toilet. Semua itu sangat mengesankan bagiku, begitu pula Kevin yang selalu memukul manja bahuku jika orang-orang di sekitar membuat berita positif tentang kita. Entah mengapa, jika aku berada di samping Kevin, dia selalu menatap mataku dengan anggun.

“Kevin, jangan menatapku terus dong. Aku jadi malu,” kataku.

“Hahaha maaf Regitaku, mata kamu terlalu indah bagaikan sinar mentari yang tak kunjung sirna..” jawab Kevin dengan sedikit gombalan.

“Oh iya, bolehkah aku mengajakmu ke pesta ulang tahun pernikahan kakakku? Kamu harus ikut karena keluargaku ingin melihatmu,” lanjutnya lagi.

“Siap Kevinkuuuuuu, tapi apakah aku boleh mengajak Silvi? Boleh kan? Boleh kan?” tanyaku menggerutu.

“Nggak!” jawabnya ketus.

Aku sedikit kecewa karena Silvi tidak diizinkan ikut oleh Kevin. Tapi aku memberi tahu Silvi bahwa aku akan pergi ke pesta dengan kekasihku itu.

“Sil, malam ini aku ada acara dengan Kak Kevin. Kalau kamu tidak ikut, tidak apa-apa kan?” tanyaku.

“Ciyeeeeee sambil satnite ya Kak? Iya Kak tidak masalah…” jawab Silvi.

Malam yang tak suram dan sang rembulan yang hangat menemaniku tuk pergi ke tempat di mana aku dan keluarga Kevin akan merayakan pesta ulang tahun pernikahan kakaknya. Tak kusangka, Kevin telah menjemputku dengan sebuah mobil yang mewah. “Regitakuuuuu ayo sini… keluargaku sudah sampai di tempat tujuan. Mereka sedang menunggumu disana!!!!” teriak Kevin dengan suaranya yang sangat lantang sehingga membuat gendang telingaku hampir pecah. Aku segera menghampiri Kevin, kulangkahkan kedua kakiku dengan perlahan layaknya seorang permaisuri yang sedang berjalan. Lalu Kevin menarik ulur tanganku untuk memasuki mobilnya.

Kini aku telah sampai di tempat tujuan, tepatnya di rumah Kakak Kevin. Mereka menyambutku dengan riang.  Aku pun tersipu malu karena hanya keluarga besar Kevin yang berada di sana, sedangkan hanya aku sendiri yang bukan bagian dari mereka. “Eeeeeh… calon menantuku yang sangat cantik sudah datang, sini nak…” sapa ibunya Kevin. Karena rasa malu yang kian hinggap di dadaku, aku hanya bisa mengangguk dan membalas sapaannya dengan senyuman manis. Saat aku berkenalan dengan semua anggota keluarga Kevin, aku tersanjung melihat keharmonisan dan kasih sayang mereka terhadapku. Semua orang yang berada di tempat itu sangat mendukung dan menyetujui hubunganku dengan Kevin.

Sebelum ke acara inti, Kevin mengajakku ke taman yang berada di dekat rumah kakaknya. Aku sempat terdiam dan bingung, “Kevin, untuk apa kau bawa aku kesini?” tanyaku. “Tenang saja Regitaku tersayang, aku mengajakmu kesini hanya untuk memberikanmu setangkai bunga mawar, sebuah boneka, dan sebuah kue blackforest. Tolong ambil hadiah ini...” jawab Kevin sambil menggenggam tanganku. Aku tak kuasa menahan semua keindahan ini, kalimat terimakasihku kepada Kevin pun terucap lagi dimulutku.

Di tengah acara pesta yang sangat meriah dengan perasaan bahagia ini, tiba-tiba saja aku mendapat sebuah telepon dari ibunya Silvi, dan aku mendengar ucapan ibunya bahwa Silvi jatuh sakit. Aku syok dan rasa khawatir ini mencekamku. Kuputuskan saja pada Kevin bahwa aku akan pulang untuk menjenguk Silvi. “Kevin maaf aku tidak bisa mengikuti acara ini sampai selesai dan aku akan pulang karena Silvi jatuh sakit disana. Tolong salamkan pada semua anggota keluarga besarmu!” kataku. Dengan perasaan kecewa, Kevin pun menjawab, “ta..ta..ta..tapi Regi, Regitaaaaaaaa tungguuuuuu! Acara ini belum selesai dan masih banyak kejutan untukmu!”

Aku berlari cepat seperti meteor yang menghadang gelap. Di sana tidak ada satu pun taksi atau angkutan umum, terpaksa aku berlarian walaupun kakiku sakit karena sandal high heel yang sedang  aku pakai terputus sehingga aku berlari tanpa menggunakan sandal. Aku tak perduli kakiku tertusuk benda apapun, yang terpenting aku bisa menjenguk sahabatku. Dengan rasa gelisah yang tinggi, ternyata aku lupa membawa semua hadiah yang diberikan oleh Kevin. Walaupun cucuran air mata menerpa pipiku, aku tak perduli lagi dengan semuanya. Aku hanya ingin menjenguk sahabatku yang sedang sakit. Apapun akan aku lakukan demi sahabat terbaikku.

Kini aku telah sampai di rumah Silvi. Aku sudah tak kuat lagi, karena perjalanan tadi sangat jauh sehingga kakiku terluka berat. Aku bertanya pada Silvi, “Sil, kamu sakit apa? Aku tidak mau kamu sakit, aku ingin kamu cepat sembuh. Tolong jaga kesehatanmu adikku sayang, aku tidak mau kehilangan sahabat terbaik seperti Silvi.”  Aku menangis dan terus menangis melihat keadaan Silvi.  “Kak, aku tidak kenapa-kenapa, kakak jangan sedih. Sakit kepala ini timbul karena aku sedang sakit hati saja dengan orang terdekatku. Kakak tenang yaaa…” jawab Silvi dengan lembut. Aku bingung, siapakah orang terdekat Silvi? Kenapa dia tidak pernah bercerita? Hatiku menggumam, tapi syukurlah kini perasaanku agak lega. Silvi tidak tahu bahwa aku rela melukai anggota badanku hanya demi menjenguk dia.

Aku sangat bahagia mempunyai sahabat sejati seperti Silvi, dan aku juga sangat berterimakasih kepada Allah SWT yang telah menciptakanku sehingga aku dipertemukan dengan kekasih yang baik seperti Kevin. Kevin telah memberikan apapun kepadaku dan aku juga sering menemaninya, membantu untuk mengerjakan tugas sekolahnya dan membawakan dia sebuah kue buatan ibuku. Hubunganku dengan Kevin tidaklah sia-sia. Hal itu membuatku semakin yakin bahwa aku terlahir untuknya. Cinta kita takkan hilang di telan waktu dan hanya dialah cinta pertama dan terakhir untukku sampai akhir hayat, sampai ajal menjemput.

***

Pada suasana yang sangat berbeda dan aku tak tahu mengapa ini bisa terjadi kepadaku. “Kakak… Kak Regi… Kak Regitaaaaaa! Sadar Kak, sadarlah!” teriak Silvi dengan suara kencangnya sambil menggoyahkan badanku. Aku terbangun dari lamunanku yang panjang. “Di mana aku?” tanyaku kebingungan. “Kakak dari tadi aku panggil kok malah melamun saja? Kita sedang di rumahku, Kak..” jawab Silvi. “Melamun? Jadi yang baru saja aku alami itu hanyalah bayangan? Tidak mungkin!” tanya hatiku yang telah sadar.  Ya Tuhan, apakah maksud dari semua ini? Ternyata itu hanya lamunanku, semua yang terjadi barusan memang hanya bayangan saja. Dari mulai Kevin menyatakan cintanya, memberi hadiah padaku, ketika aku diajaknya pergi berpesta, dan semua pengalaman itu ternyata hanya seberkas kisah masa lalu yang telah aku jalani dengan Kevin. Kita sudah menjalaninya selama satu tahun. Aku kira ini memang terjadi lagi, namun dunia berkata lain. Dan sungguh ku hanya bisa menangis.

“Kakak melamunkan apa? Sampai-sampai dalam waktu satu jam Kak Regita tidak sadar. Kenapa Kak? Kenapa?” tanya Silvi dengan rasa herannya.

“Sil, barusan aku mengingat masa laluku yang indah dengan Kevin. Dan aku kira semua ini sedang terjadi kepadaku, tapi ternyata semua hanya lamunan saja. Sungguh menyedihkan Sil, aku tak kuat...” jelasku dengan diiringi air mata yang menderu.

“Sudah Kak, jangan sedih. Untuk apa kakak memikirkan dia yang sudah tak memikirkan kakak lagi? Dia di sana baik-baik saja kok. Tenang saja kakakku yang cantik, di sini masih ada sahabat yang selalu menemani kakak, yaitu aku...” bujuk Silvi sambil menghiburku. Lalu aku memeluk erat Silvi dengan tangis yang menggerimis.

Silvi memang tahu apa yang sedang terjadi kepadaku saat ini, segalanya telah berbeda. Kevin yang selalu ada untuk aku, kini telah berubah dan menggantungkan hubungan ini tanpa sebab. Sudah dua minggu smsku tidak dibalas oleh Kevin dan jika aku menelepon pun, dia hanya sekedar mengangkat telepon tersebut lalu menutupnya lagi tanpa berkata-kata. Bahkan lebih sadisnya, jika aku berjalan menghampirinya, dia selalu memalingkan wajahnya dan sering memanas-manasi hatiku dengan sindiran yang begitu dalam. Aku sering berpikir, “Apa salah dan dosaku kepadamu, Kevin? Aku yang selalu ada di saat kamu membutuhkan seseorang, namun kini kau mencampakkan aku, kau hanya menganggapku sebagai angin lalumu, dan kau membiarkanku terluka dalam kegalauan. Apakah ini balasanmu terhadapku?” gumam hatiku yang sering merintih melampaui batas.

Perasaan pahit ini seringkali menghujam jantungku, apalagi saat aku bertanya pada Kevin melalui sms,

"Kevin please balas sms ini, kenapa hari ini kamu tidak masuk ke sekolah?"

 Tanyaku dengan bimbang dan berharap sms ini bisa dibalas oleh dia. Aku mengirim pesan tersebut sampai tujuh belas kali tetapi dia tidak membalasnya juga. Kini aku mencoba bersabar untuk menunggu balasan sampai dua jam, barangkali Kevin bisa membalas sms itu. Dan ternyata Kevin memang membalasnya. Perasaan bahagia pun muncul seketika, tetapi perasaan tersebut pudar kembali kala aku membaca sms dari Kevin yang bertuliskan,

"Tenang saja Adek sayang jangan khawatir, sekarang kakak lagi di Depok nih, Dek."

Dengan rasa cemburu yang luar biasa, aku membalas,

"ADEK? MAKSUD KAMU APA KEVIN? :'("

Kevin salah mengirim pesan, pesan tersebut bukan untukku. Apakah Kevin telah menduakan aku? Hatiku terus bertanya-tanya dengan rasa pilu yang begitu merajang. Aku merintih kesakitan dan kurasa aku memang sudah tak pantas lagi untuknya.

Hari-hari terus berlalu dengan kegalauan yang kian menyiksaku. Aku masih penasaran dengan keadaan Kevin saat ini. Karena rasa khawatirku terhadapnya, aku mengirimkan sms lagi kepada dia:

"Kevinkuuu, sedang apa kamu disana? Aku sangat merindukanmu. Berharap dibalas, I love you."

Dan rupanya Kevin membalas:

"Aku sekarang sedang mendengarkan Silvi bercerita, ceritanya seru dan seram. Oh iya, hari ini aku sangat senang karena ada seorang perempuan yang mengirimkan sebuah puisi cinta kepadaku, puisi itu pasti dari Silvi."

Kata-kata yang selalu dia tulis dalam sebuah sms enggan mencekamku. Kevin bahagia karena dia mendapatkan puisi cinta dari seseorang yang bernama Silvi. Hatiku gelisah, nama tersebut membuatku tertusuk seakan aku terbaring. Tetapi aku yakin, seseorang yang Kevin maksud itu bukanlah Silvi Zahrantiara, bukanlah sahabat terdekatku. Dan aku percaya, sahabatku tidak akan mengkhianati janji yang telah dia ucapkan kepadaku.

Luka ini semakin hari semakin menusuk, hatiku rapuh tak terkendali. Sudah cukup aku mendengar perkataan Kevin, semua itu tak mau kudengar lagi. Janji-janji yang selalu dia ucapkan sudah tak ada lagi dan sudah mati tertelan kalimat busuknya.

***

Di dalam ruangan kelas yang begitu menggema, kududuki kursi sekolah berwarna coklat tua itu. Tiba-tiba ada seorang teman yang bertanya padaku, sebut saja dia Ami.

“Regitaaaa.. ka.. ka.. kamu masih pacaran dengan Kevin kan?” tanya Ami dengan gugup.

“Iya Mi, tetapi dia menggantungkan hubungan ini, hiks... ” jawabku sedih.

“Bukannya Kevin itu pacarnya Silvi? Eh sebelumnya maaf aku berkata seperti ini. Aku hanya ingin meyakinkan, karena akhir-akhir ini banyak gosip tentang mereka…” jelas Ami kepadaku.

Tanpa berkata-kata dengan wajah yang sudah berkaca-kaca, aku membalikkan badanku dan lekas pergi meninggalkan Ami. Aku tak mau mematikan diri sendiri ini di dalam kegelapan yang merasuki relungku.

Benih-benih air mata memang selalu hadir mengabuti lukaku, dan aku tak ingin semua ini semakin membuatku perih. Kucoba untuk tegar namun rasa emosi seringkali memukul diriku secara terus-menerus. Tak ada yang mengertikan perasaanku kali ini. Kesabaran yang dulu ada seakan jauh meninggalkanku. Lukaku terus menepis dan membunuh perasaan bahagia itu. Setiap detik selalu kukirim sms kepada Kevin, yang bertuliskan :

"Kevin, tolonglah sekali saja kamu bisa mengerti tentang apa yang aku rasakan saat ini. Aku mohon, bukalah sedikit hatimu. Sakit Vin, hatiku sakiiiiiiiiiit.  Aku ingin bertanya padamu, apakah kamu ingin melanjutkan hubungan ini?"

Tak lelah aku berkata-kata, tak letih aku mengirimkan kalimat tersebut, namun dia tidak pernah membalasnya lagi. “Aku tidak akan menyerah, sampai kapanpun aku akan mengirimkan kalimat tersebut…” ucap hatiku.

Dua hari tak terasa bagiku, aku yakin bahwa Kevin memang tidak akan membalas smsku, walapun aku tidak pernah menyia-nyiakan waktuku untuk mengirimkan sms padanya. Aku menerima semua kegalauan ini, aku akan bertahan sampai Tuhan mengizinkan dia untuk membalasnya. Dan ternyata, setelah kutunggu seberapa lamanya waktu yang kian berlalu, aku mendapatkan sms dari Kevin.

"Gak!"

Hanya satu kata itulah yang dikirimkan oleh Kevin, dadaku tersentak sesak yang menyerbu. Aku tak tahu apa maksud Kevin kepadaku, dengan singkat aku bertanya,

"Apakah maksud dari semua ini, Kevin?"

Dan dia menjawab,

"Aku gak bisa melanjutkan hubungan ini, karena orangtuaku melarang aku untuk berpacaran. Terimakasih untuk semuanya."

Lelah dan letih kuarungi semua, kumenunggumu dengan hati yang begitu sakit... sakit. Kulakukan apa yang dia inginkan, kulakukan itu semua demi cintaku yang tulus dan tak pernah pudar. Namun, apa balasan darinya? Kevin hanya memberikanku dusta yang sangat pahit.

***

Mungkin Kevin tidak mau mengenalku lagi, melihat wajahku pun tak mampu. Aku curahkan seluruh perasaanku dengan panjang lebar kepada Silvi, namun Silvi hanya menjawab, “sabar.” Bukan hanya Kevin, seseorang yang membuatku kecewa, tapi Silvi pun demikian. Silvi berubah tragis tak seperti biasanya yang selalu mendengarkan ucapanku.

Rasa curiga semakin menjelma di dadaku. Mungkin seorang perempuan yang selalu Kevin ucapkan itu adalah sahabat terdekatku, ingin kupastikan semuanya. Ketika Silvi tertidur pulas, dengan sengaja aku mengambil handphone Silvi yang terletak di sebuah meja kecil. Kulihat semua kotak masuk di handphone-nya itu, dari awal sampai akhir kubaca semuanya. Dan ternyata benar apa kata teman-temanku kalau Kevin berpacaran dengan Silvi.

Aku berlari kembali ke rumahku, aku menangis dan terus menangis, air mata mengalir begitu derasnya. Sungguh aku tak dapat menahan betapa sakit dan perihnya hati ini, hati yang telah mereka tusuk dengan sejuta nestapa. Nyawa terasa tercabut begitu cepat, tubuh pun terpecah belah. Silvi, teman dekatku yang selalu tertawa bersamaku selama lima belas tahun, dan aku yang selalu ada untuknya di saat dia sedih dan pilu. Ternyata dialah orang yang menghancurkan hidupku sehingga aku terbaring dalam sebuah kepedihan yang enggan menusuk batinku. Aku tahu, bahwa saat hubunganku digantung oleh Kevin, Kevin telah berpacaran dengan Silvi dan menyembunyikan hubungan mereka agar aku tak mengetahuinya. Kevin rela memutuskan aku dengan alasan tidak diperbolehkan pacaran oleh orangtuanya hanya demi Silvi. Sungguh aku kecewa dengan semua kemunafikan mereka.

Dengan perasaan lemah dan perih, kutulis sepucuk surat untuk Kevin dan Silvi. Kuletakan sepucuk surat dan sebuah kalung yang telah Kevin berikan kepadaku di atas sebuah kasur. Kubawa sebuah pisau tajam untuk mengakhiri hidup ini dan berkata, “Lebih baik aku mati, daripada aku harus menjadi penghancur di antara mereka.”

Dengan cepat kuulurkan tanganku dan memegang sebuah pisau yang mengarah ke urat nadiku. Kupikirkan sejenak, “Ya Tuhan, ampunilah aku, ampunilah semua dosaku. Memang hal ini merupakan sebuah dosa besar untukku. Namun  aku hanya ingin membuat mereka bahagia, aku tak mau menjadi pengganggu di antara hubungan mereka. ampuni aku, Tuhan…” ucap hatiku. Segera kuseret pisau yang telah berada pada genggaman itu, “Breeeeeeet..” urat nadiku terputus.

Kini aku telah tiada, aku telah memasuki dunia fana yang jauh berbeda dengan dunia yang biasanya aku pijaki selama enam belas tahun itu. Arwahku melihat ibu dan ayah yang sedang menangis sambil menelepon Kevin dan Silvi, agar mereka bisa melihat keadaanku saat ini. Kepanikan ibu dan ayah semakin menjelma. Rasa ibaku terhadap mereka datang seakan aku ingin kembali ke duniaku dulu.

Silvi dan Kevin sudah berada di rumahku. Mereka melihat keadaanku yang telah tertelan bumi. Kevin mengambil sepucuk surat dan sebuah kalung di atas kasur yang telah kuletakan tadi. Lalu mereka membacanya dengan kesedihan, surat tersebut merupakan ungkapan perasaanku kepada Kevin.

Untuk Kevin,

Kasihku... kau yang selalu aku puja, aku cinta, aku banggakan selama ini. Dan dirimulah yang selalu ada disaat aku membutuhkan sebuah hasrat cintamu. Namun kini kau curangi semuanya. Kau musnahkan aku dalam otakmu dan memberikan pengkhianatan terdalam untukku. Mungkin ini adalah ambisimu yang akan menjeratku sehingga aku terperosok. Tak pernah aku berpikir semua ini akan terjadi, aku tak percaya mendengar hal ini.

Ternyata kau duakan cinta yang perlahan-lahan telah aku rintis hanya untukmu. Kau menjauh dariku, semua itu kau lakukan hanya untuk pergi dengan Silvi yang telah aku anggap sebagai adik sendiri dan kau tega memutuskan hubungan kita yang selama ini telah terjalin begitu erat. Aku di sini terpuruk dalam kesedihan, sedangkan kau hanya bisa bersenang-senang dengannya dan tak memperdulikanku.

Maafkan aku, aku memutuskan untuk pergi dan takkan pernah kembali. Ambillah kalung itu, dan berikanlah kepada Silvi sebagai ucapan terimakasihku padanya. Bahagiakanlah dia, jangan kau hancurkan hidup Silvi seperti kau menghancurkan aku.

Regita


Setelah mereka membaca surat tersebut, mereka menangis tak tertahankan. Kevin dan Silvi memelukku erat dan meneteskan air matanya sehingga pipiku penuh dengan tetesan yang keluar dari mata Kevin. Mereka menyesali semuanya, mereka menyadari kesalahannya.

“Regitaaaaaa, maafkan aku. Kembalilah ke dunia ini, jangan pergi! Aku sangat menyesal...” tangis Kevin dengan jeritan yang kencang. Begitupun Silvi yang berkata, “Kak Regita maafkan semua kesalahan Silvi kak, Silvi mohon maafkanlah Silvi, Silvi juga menyesal.”

Derai air mata telah mereka sesali. Memang, penyesalan itu datang ketika seseorang yang selalu disia-siakan telah meninggalkannya. Semoga semua itu menjadi sebuah pelajaran untuk mereka. Sesungguhnya aku telah memaafkan keduanya, dan kini aku rela mereka bahagia, meski hatiku terluka.

-=o~0O0~o=-


Karya : Erni Nuraeni
Twitter : ernidsz
Facebook : Erni Nuraeni

*Dilarang copas yaaa*